Warung Bebas

Monday, September 30, 2013

Batik Sebagai Warisan Budaya Asli Indonesia

Menurut wikipedia Batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009.

Batik berasal dari kata jawa “amba” yang bermakna menulis, dan “nitik” yang bermakna membuat titik. Batik merujuk kepada kain yang mempunyai corak yang terang dan menarik. Batik terdapat dalam berbagai bentuk, antara lain terdiri dari :
  • Batik lukis merujuk kepada corak pada kain batik yang dilukis tangan secara bebas. Batik Tulis adalah suatu teknik melukis di atas kain dengan menggunakan berbagai peralatan seperti canthing (alat untuk mengoleskan malam pada kain), gawangan (rangka bambu untuk membentangkan kain), wajan (tempat untuk mencairkan malam), anglo (tempat pengapian arang), tepas (kipas), kain pelindung, saringan malam dan dingklik (tempat duduk). Proses pembuatan batik tulis meliputi beberapa tahapan seperti mola (membuat pola), ngiseni (mengisi bagian yang sudah dibuat polanya), nerusi (membatik pada sisi sebaliknya), nemboki (menutup bagian kain yang tidak akan diwarnai), mbiriki (proses penghalusan tembokan), pewarnaan, nglorot (merebus kain agar malamnya larut / lepas). Karena proses yang panjang dan sangat membutuhkan keahlian dari pembatik, maka batik tulis dijual dengan harga yang mahal. Batik tulis tergolong sebagai Batik Halus (nomor satu). Batik tulis dari kain sutera merupakan batik termahal dan diproduksi dalam jumlah terbatas. Batik ini dibuat untuk memenuhi permintaan pasar segmen menengah ke atas dan untuk keperluan ekspor.
  • Batik skrin merujuk kepada kaedah melakar corak dan cara menerapkan warna yang menggunakan corak batik yang dibentuk di atas skrin yang diperbuat dari pada kain polyster yang berpengidang. Skrin dilekapkan di atas kain putih, proses pewarnaan dengan melalukan warna di atas corak tadi dengan menggunakan sekuji. Cara begini akan diulang beberapa kali dengan corak yang berlainan untuk mendapatkan corak batik yang lengkap. Ini disebabkan satu skrin untuk satu warna sahaja. Batik skrin kurang dikenali berbanding kaedah batik terap dan conteng.
  • Batik terap atau batik cop adalah kaedah menghasilkan batik dengan menggunakan blok pengecop. Kain putih akan diterapkan dengan corak batik yang menggunakan blok corak. Blok corak diperbuat dari pada kayu atau logam. Proses ini dilakukan berulang-ulang dengan mengikut susunan yang tertentu sehinggalah selesai. Blok tersebut akan dicelupkan terlebih dahulu ke dalam pewarna sebelum ditekapkan di atas kain tersebut.

Sejarah teknik batik

Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T’ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.
Walaupun kata “batik” berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (sejarawan Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu. Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
Legenda dalam literatur Melayu abad ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan 140 lembar kain serasah dengan pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya. Karena tidak mampu memenuhi perintah itu, dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat sang Sultan kecewa. Oleh beberapa penafsir serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik ini pertama kali diceritakan dalam buku History of Java (London, 1817) tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19 itulah batik mulai mencapai masa keemasannya. Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau publik dan seniman.

Budaya batik

Semenjak industrialisasi dan globalisasi, yang memperkenalkan teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul, dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan menggunakan canting dan malam disebut batik tulis. Hugh Clifford merekam industri di Pekan tahun 1895 bagi menghasilkan batik, kain pelangi, dan kain telepok.
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya “Batik Cap” yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak “Mega Mendung”, dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton Yogyakarta dan Surakarta.
Batik merupakan warisan nenek moyang Indonesia ( Jawa ) yang sampai saat ini masih ada. Batik juga pertama kali diperkenalkan kepada dunia oleh Presiden Soeharto, yang pada waktu itu memakai batik pada Konferensi PBB.

Corak batik

Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga memopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.

Tips merawat batik

Berikut tips untuk merawat pakaian Batik, terutama Batik tulis agar warnanya awet dan tahan lama:
  1. Gunakan Sabun pencuci khusus Batik yakni Lerak. atau kita bisa menggantinya dengan menggunakan shampoo rambut untuk mencuci Batik.
  2. Penggunaan detergen akan cepat merusak warna batik.
  3. Jangan menggunakan mesin cuci, cukup dicuci tangan saja.
  4. Jemur pakaian Batik ditempat yang teduh.
  5. Jangan menyimpan Batik di tempat yang lembab.

Marilah kita sebagai segenap masyarakat bangsa indonesia menunjukan rasa nasionalisme dengan mengoleksi atau selalu memakai batik dalam setiap event atau acara di kantor, disekolah serta berkuliah.

Jika anda ingin membeli busana batik kunjungi http://beda.top10cheap.com/  dan like fans page busana batik

0 comments:

Loading....

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
(˘̀^˘́҂)ҧ Design by uncensored8 | By Maling Durjana DMCA_logo-200w Pelacur Gratis Fast loading | Sexy Analytic (˘̀^˘́҂)ҧ